Oleh: Muhammad Dwi Cahyo, Ketua Umum DPD IMM Aceh
(Parafrase dari artikel asli di suaramuhammadiyah.id)
Tahun ini, Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) genap berusia 61 tahun. Perayaan ini mengusung tema “Merawat IMM, Memajukan Indonesia”—sebuah tema yang bukan sekadar slogan seremonial, tetapi menjadi refleksi kolektif terhadap peran panjang IMM dalam sejarah pergerakan mahasiswa Islam di Indonesia. Dalam rentang waktu lebih dari enam dekade, IMM telah tumbuh dan berkembang sebagai organisasi kader yang adaptif terhadap dinamika zaman dan tetap konsisten berkontribusi untuk kemajuan bangsa.
Didirikan pada 14 Maret 1964, IMM lahir di tengah situasi sosial-politik yang dinamis pasca kemerdekaan. Para pendirinya merupakan mahasiswa-mahasiswa visioner yang terinspirasi oleh nilai-nilai Islam dan semangat pembaruan Muhammadiyah. Sejak awal, IMM hadir bukan hanya sebagai forum intelektual, tetapi juga sebagai ladang pengkaderan pemimpin bangsa. Bernaung di bawah Muhammadiyah, IMM membawa semangat perubahan yang berpijak pada nilai keislaman, kebangsaan, dan kemanusiaan.
IMM muncul sebagai jawaban atas kebutuhan akan organisasi mahasiswa Islam yang inklusif dan moderat. Tokoh-tokoh awal IMM seperti Mohammad Djazman Al-Kindi, A. Rosyad Sholeh, hingga Amien Rais, merumuskan arah gerak IMM sebagai sintesis antara kecendekiaan intelektual, misi dakwah, dan keterlibatan sosial. IMM tidak lahir di ruang hampa, melainkan hadir dalam pusaran perubahan dan mampu bertahan dengan prinsip-prinsip yang kokoh.
IMM dalam Lintasan Sejarah Indonesia
Pada masa Orde Baru, ketika ruang demokrasi dan kebebasan sipil semakin menyempit, IMM tetap tegar memposisikan diri sebagai gerakan moral dan intelektual. Di tengah represi politik, IMM tetap menjalankan fungsinya sebagai agen perubahan, melalui jalur pendidikan, dakwah, dan advokasi sosial. Di masa inilah IMM melahirkan rumusan penting seperti Profil Kader Ikatan tahun 1986 dan Nilai Dasar Ikatan (NDI) tahun 1992, yang menjadi pondasi ideologis gerakan IMM hingga kini.
Puncak keterlibatan IMM dalam sejarah nasional tampak pada reformasi 1998. IMM menjadi bagian integral dari gelombang mahasiswa yang mendesak perubahan struktural dan demokratisasi. Sosok-sosok seperti Amien Rais, yang merupakan kader IMM dan menjabat Ketua PP Muhammadiyah saat itu, memainkan peran kunci dalam proses transisi politik Indonesia. IMM tak hanya menuntut perubahan, tetapi juga hadir dalam menyusun agenda reformasi yang bermartabat dan berpihak pada rakyat.
IMM Hari Ini: Dinamis, Kolaboratif, dan Relevan
Di usia ke-61 ini, tantangan yang dihadapi IMM telah berubah. Dunia kini berada dalam arus globalisasi, revolusi digital, krisis lingkungan, dan disparitas sosial yang semakin kompleks. IMM perlu menjadi organisasi yang tidak hanya responsif terhadap perubahan, tetapi juga mampu berinovasi dan memberikan solusi. Mahasiswa IMM dituntut tidak hanya piawai berdiskusi, tetapi juga berani mengambil peran dalam memajukan bangsa.
IMM tidak boleh terjebak dalam romantisme masa lalu. Organisasi ini harus mampu membuka ruang kolaborasi lintas sektor—baik dengan pemerintah, masyarakat sipil, maupun dunia usaha. IMM hari ini harus menjadi laboratorium kader yang siap memimpin di tengah kompleksitas zaman. Keunggulan moral, spiritual, dan intelektual harus terus diasah agar IMM tetap relevan dan menjadi mitra strategis dalam pembangunan nasional.
IMM Aceh: Menjaga Perdamaian, Menjadi Cahaya Perubahan
Sebagai bagian dari IMM secara nasional, IMM Aceh memikul tanggung jawab besar dalam menjaga nilai-nilai keadilan dan perdamaian, terutama mengingat konteks sejarah Aceh yang pernah mengalami konflik berkepanjangan. IMM di Aceh bukan hanya bergerak di ruang akademik, tetapi juga aktif membina masyarakat melalui kegiatan sosial, dakwah, dan penguatan kapasitas pemuda.
Kiprah IMM Aceh mulai tampak signifikan sejak sebelum dan sesudah Muktamar Muhammadiyah ke-43 yang digelar di Banda Aceh, bahkan ketika Aceh masih dalam suasana konflik. Keberhasilan pelaksanaan muktamar tersebut tidak lepas dari kontribusi kader-kader IMM lokal yang kemudian menjadi tokoh penting di Muhammadiyah Aceh dan masyarakat luas. Perjalanan ini menjadi bukti nyata bahwa IMM Aceh turut berperan dalam menciptakan stabilitas dan merawat perdamaian yang telah diraih dengan susah payah.
IMM Aceh hingga kini tetap konsisten dalam perannya—baik dalam menyemai gagasan keilmuan, memperjuangkan keadilan sosial, maupun menginspirasi generasi muda untuk menjadi agen perubahan.
Selamat Milad ke-61 Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah.
Tetaplah menjadi cahaya perubahan dan motor peradaban.
IMM tidak hanya milik kampus, tapi juga milik Indonesia.